Search This Blog

2024-01-07

Dialog Abrahah dan Abdul Muthalib - Tafsir Al-Azhar Surah Al-Fil 1-5 - Bagian 3

Tafsir Al-Azhar Surah Al-Fil (Pasukan Gajah) Ayat 1-5

Abdul Muthalib adalah seorang yang rupawan, berwajah menarik dan berwibawa, besar dan jombang. Baru saja dia masuk, ada sesuatu yang memaksa Abrahah berdiri menghormatinya dan menjemputnya ke pintuk khemah. Abrahah merasa tidaklah layak orang ini akan duduk di bawah dari kursinya. Sebab itu baginda sendirilah yang turun dari kursi dan sama duduk di atas hamparan itu berdekat dengan Abdul Muthalib. Kemudian itu bertitahlah baginda kepada penterjemah: "Suruh katakanlah apa hajatnya!"

Abdul Muthalib menjawab dengan perantaraan penterjemah: "Maksud kedatanganku ialah memohonkan kepada raja agar unta kepunyaanku, 200 ekor banyaknya, yang dirampas oleh hambasahaya baginda, dipulangkan kepadaku."

Dialog Abrahah dan Abdul Muthalib - Tafsir Al-Azhar Surah Al-Fil 1-5 - Bagian 3
sumber:wikimedia.org

Raja menjawab dengan perantaraan penterjemah: "Katakan kepadanya: Mulai dia masuk aku terpesona melihat sikap dan rupanya, yang menunjukkan dia seorang besar dalam kaumnya. Tetapi setelah kini dia mengemukakan soal untanya 200 ekor yang dirampas oleh orang-orangku, dan dia tidak membicarakan sama-sekali, tidak ada reaksinya sama-sekali tentang rumah agamanya dan rumah agama nenek-moyangnya yang aku datang sengaja hendak meruntuhkannya, menjadi sangat kecil dia dalam pandanganku."

Abdul Muthalib menjawab: "Saya datang ke mari mengurus unta itu, karena yang empunya unta itu ialah aku sendiri. Adapun soal rumah itu, memang sengaja tidak saya bicarakan. Sebab rumah itu ada pula yang empunya, yaitu Allah. Itu adalah urusan Allah."

Dengan sombong Abrahah menjawab: "Allah itu sendiri tidak akan dapat menghambat maksudku!"

Abdul Muthalib menjawab: "Itu terserah Tuan, aku datang ke mari hanya mengurus untaku."

Unta yang 200 ekor itu pun disuruh dikembalikan oleh Abrahah. Abdul Muthalib pun segeralah kembali ke Makkah, memberitahukan kepada penduduk Makkah pertemuannya dengan Abrahah. Lalu dia memberi nasihat supaya seluruh penduduk Makkah segera meninggalkan Makkah, mengelakkan diri ke puncak-puncak bukit keliling Makkah atau ke lurah-lurah, agar jangan sampai terinjak terlindis oleh tentara yang akan datang mengamuk.

Setelah itu, dengan diiringkan oleh beberapa pemuka Quraisy, Abdul Muthalib pergi ke pintu Ka’bah dipegangnya teguh-teguh gelang pada pintunya lalu mereka berdoa bersama-sama menyeru Allah, memohon pertolongan, dan agar Allah memberikan pembalasannya kepada Abrahah dan tentaranya. Sambil memegang gelang pintu Ka’bah itu dia bermohon:

Ya Tuhanku! Tidak ada yang aku harap selain Engkau! Ya Tuhanku! Tahanlah mereka dengan benteng Engkau! Sesungguhnya siapa yang memusuhi rumah ini adalah musuh Engkau. Mereka tidak akan dapat menaklukkan kekuatan Engkau.

Setelah selesai bermunajat kepada Tuhan dengan memegang gelang pintu Ka’bah itu, Abdul Muthalib bersama orang-orang yang mengiringkannya pun mengundurkan diri, lalu pergi ke lereng-lereng bukit, dan di sanalah mereka berkumpul menunggu apakah yang akan diperbuat Abrahah terhadap negeri Makkah bilamana dia masuk kelak.

Setelah pagi besoknya bersiaplah Abrahah hendak memasuki Makkah dan dipersiapkanlah gajahnya. Gajah itu diberinya nama Mahmud. Dan Abrahah pun telah bersiap-siap hendak pergi meruntuhkan Ka’bah, dan kalau sudah selesai pekerjaannya itu kelak dia bermaksud hendak segera pulang ke Yaman.

Setelah dihadapkannya gajahnya itu menuju Makkah, mendekatlah orang tawanan yang dijadikan penunjuk jalan itu, dari Kabilah Khats’am yang bernama Nufail bin Habib itu. Dia dekati gajah tersebut, lalu dipegangnya telinga gajah itu dengan lemah-lembutnya dan dia berbisik: "Kalau engkau hendak dihalau berjalan hendaklah engkau tengkurup saja, hai Mahmud! Lebih cerdik bila engkau pulang saja ke tempat engkau semula di negeri Yaman. Sebab engkau sekarang hendak dikerahkan ke Baladillah Al-Haram (Tanah Allah yang suci lagi bertuah)."

Selesai bisikannya itu dilepaskannyalah telinga gajah itu. Dan sejak mendengar bisikan itu gajah tersebut terus tengkurup, tidak mau berdiri. Nufail bin Habib pun pergilah berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu, menuju sebuah bukit.

Maka datanglah masa akan berangkat. Gajah disuruh berdiri tidak mau berdiri. Dipukul kepalanya dengan tongkat penghalau gajah yang agak runcing ujungnya, supaya dia segera berdiri. Namun dia tetap duduk tak mau bergerak. Diambil pula tongkat lain, ditonjolkan ke dalam mulutnya supaya dia berdiri, namun dia tidak juga mau berdiri. Lalu ditarik kendalinya dihadapkan ke negeri Yaman; dia pun segera berdiri, bahkan mulai berjalan kencang. Lalu dihadapkan pula ke Syam. Dengan gembira dia pun berjalan cepat menuju Syam. Lalu dihadapkan pula ke Timur, dia pun berjalan kencang. Kemudian dihadapkan dia ke Makkah, dia pun duduk kembali, tidak mau bergerak.

Padahal Abrahah sudah siap, tentaranya pun sudah siap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © MUSLIM BLOG